TENTANG UU ITE, MENKO POLHUKAM :JANGAN ALERGI TERHADAP PERUBAHAN -->

TENTANG UU ITE, MENKO POLHUKAM :JANGAN ALERGI TERHADAP PERUBAHAN

Kamis, 25 Februari 2021, 10:48 PM
TENTANG UU ITE, MENKO POLHUKAM :JANGAN ALERGI TERHADAP PERUBAHAN


PATROLI BINS, JAKARTA
- Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan bahwa hukum adalah produk resultante, dari perkembangan situasi politik, sosial ekonomi hingga hukum. Oleh karena itu jangan alergi terhadap perubahan, karena hukum bisa berubah sesuai dengan perubahan masyarakatnya. 


“Pemerintah tengah mempertimbangkan untuk membuat resultante atau kesepakatan baru terkait  kontroversi di dalam UU ITE. Hal tersebut bisa  dilakukan, jika ditemukan substansi yang memiliki watak haatzai artikelen atau berwatak pasal karet,” ujar Menko saat menjadi keynote speaker dalam diskusi daring Menyikapi Perubahan UU ITE yang diselenggarakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada Kamis (25/2). 


Ia menyampaikan bahwa, pemerintah mempertimbangkan kemungkinan membuat resultante baru yang nantinya mencakup dua hal. Pertama supaya dibuat kriteria implementatif, apa kriterianya  sebuah pasal, sebuah aturan itu, agar bisa diterapkan secara adil. Kemudian yang kedua, menelaah kemungkinan dilakukannya revisi perubahan.


“Jika memang di dalam undang-undang itu ada substansi-substansi yang berwatak haatzai artikelen, berwatak pasal karet maka bisa diubah dan bisa direvisi. Revisi itu dengan mencabut atau menambahkan kalimat, atau menambah penjelasan di dalam undang-undang itu,”ujar Mahfud. 


Diskusi daring  ini juga dihadiri oleh sejumlah tokoh Pers antara lain, Ketua Umum PWI, Atal S Depari, Wakil Ketua DPR, Aziz Syamsuddin, Ketua Dewan Pers, Mohammad Nuh, dan Pakar Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. 


Sebelumnya Menko Polhukam telah membentuk Tim kajian UU ITE. Tim dibagi menjadi dua, yaitu Sub Tim I yang bertugas merumuskan kriteria implementatif atas pasal-pasal tertentu dalam UU ITE yang sering menimbulkan multitafsir, dan Sub Tim II yang melakukan telaah substansi UU ITE atas beberapa pasal dalam UU yang dianggap multitafsir untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan revisi. (*)

TerPopuler