![]() |
Mengenal Pahlawan Revolusi D.I Panjaitan Bisa Datang ke Monumennya di Silaen |
PATROLI BINS, TOBA - Untuk mengenang jasa dari Pahlawan Revolusi D.I Panjaitan terhadap negara Indonesia, keturunannya mendirikan monumen di Desa Natolu Tali, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba sehingga semua orang tahu, khususnya marga Panjaitan dan Batak mengetahui peran orang Batak untuk merdekanya Indonesia.
Dasro Pardosi penjaga monumen mengatakan, lokasi monumen D.I Panjaitan kerap dijadikan tempat upacara oleh TNI dan pemerintah saat perayaan G30S PKI dan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.
"Namun untuk masyarakat umum terbilang sedikit yang berkunjung dan tidak memahami jasa yang pernah dilakukan oleh D.I Panjaitan. Padahal dengan mengunjungi monumen kita akan paham, berkat andil jasa beliau kita bisa seperti ini," ujar Dasro, Jumat (25/4/2025).
Sedikit saya ceritakan perjuangan beliau saat melawan Belanda. Akhir tahun 1948, Belanda semakin giat memblokade logistik, terutama yang berhubungan dengan kegiatan militer, yang menuju ke Indonesia.
Hal itu memaksa DI Pandiartan selaku Kepala Stat Umum IV / Suplai Komando Tentara dan Teritorium Sumatra (TTS) untuk mengamankan dan mempersiapkan suplai serta logosti jika terjadi perang gerilya saat Belanda melakukan Agresi Militer.
Benar saja, pesawat pesawat Belanda mulai membom Yagyakarta, Bukittinggi, dan Pekanbaru pada tanggal 19 Desember 1948.
Markas Komando TTS luluh-lantah pada saat Bukittinggi di bom pesawat-pesawat Belanda. Kolonel Hidayat mengeluarkan perintah agar semua anggota keluar dari kota dan berkumpul di Mandiangin untuk melakukan perang gerilya.
Dimana untuk melakukan perang gerilya sangat membutuhkan senjata dan perlengkapannya yang tidak sedikit. Maka satu-satunya cara dengan menyelundupkan senjata dari luar negeri, terutama Singapura.
Sesuai kesepakatan penyelundupan dilakukan melalui jalur sungai sebab jalur darat akan lebih mudah diketahui oleh pasukan Belanda. Karena lebih dekat dengan sungai Rokan dan juga Selat Malaka, di bukalah jalur suplai senjata dan perlengkapan dari Rao ke Bagansiapiapi melalui jalur sungai Rokan.
Penyeludupan dipimpin oleh D.I Panjaitan beranggotakan Letnan Pieter Simorangkir, Letnan Sumihar Siagian, Sersan Mayor G.G. Simamora, dan Bustami yung merupakan Wakil Nagari (setingkat kelurahan) Rao untuk menjadi penunjuk jalan.
Lalu kelompok kecil tersebut memasuki hutan rimba menuju Pasir Pengaraian pada tanggal 24 Desember 1948, jalur rimba yang begitu lebat dan penuh liku membuat mereka harus singgah di beberapa desa.
Setelah tiga hari perjalanan akhirnya sampailah rombongan di Pasir Pangaraian. Setelah melakukan koordinasi dengan para pedagang agar mau bekerjasama untuk melakukan penyeludupan.
Setelah melakukan pengamatan dengan cermat dan seksama agar keamanan dapat terjamin dan berhasil lah tim yang dipimpin oleh D.I Panjaitan. Misi tersebut berhasil membentuk jalur penting penyeludupan senjata dan perlengkapan lainnya untuk keperluan perang gerilya.
Selanjutnya keberhasilan tentara Indonesia dalam merebut beberapa wilayah di Sumatra. kemudian D.I Panjaitan sebagai ketua P3 PDRI membentuk basis pangkalan dan jalur operasi pengangkutan barang Basis, pangkalan ditetapkan di Pintu Padang, sedangkan pangkalan transit ditempatkan di Rokan.
Saat itu, dari Selat Malaka ada tiga jalur penyeludupan yaitu, jalur sungai Rokan, sungai Kampar dan sungai Siak. namun dari jalur sungai Rokan terendus Belanda. Kemudian beredar lah selebaran bagi siapapun yang berhasil menangkap D.I Panjaitan hidup atau mati akan diberikan imbalan 10.000 Straits Dollar.
Atas berita tersebut, pasukan Indonesia yang dipimpin D.I Panjaitan mengosongkan pos jalur sungai Rokan. Setelah berhasil memindahkan pos ke Lubuk Bendahara, beliau kemudian memutuskan untuk memindahkan semua jalur suplai serta penyelundupan senjata dari Singapura menjadi melewati sungai Kampar, untuk melanjutkan perjuangan melawan Belanda.
(NN)